- by M. Sultan
- Feb, 17, 2025 21:25
FAKTUALSUMSEL— Suasana siang itu di atrium Palembang Square Mall (PS Mall), Rabu (30/4/2025), mendadak berubah magis. Musik tradisional mengalun pelan, lampu sorot menari, dan puluhan pasang tangan yang dihiasi tanggai (cincin khas penari Palembang) melenggok anggun menyapa pengunjung. Sekitar 70 penari dari anak-anak hingga dewasa bersatu mempersembahkan Tari Tanggai dalam rangka memperingati Hari Tari Sedunia 2025 — sebuah momentum yang membuat jantung budaya Palembang berdegup lebih kencang.
Acara ini digagas Kirana Entertainment bekerja sama
dengan Dewan Kesenian Sumatera Selatan, didukung penuh oleh PS Mall. Yang
istimewa, Tari Tanggai ditampilkan dalam tiga versi: Elly Rudy, Lina Muchtar,
dan Anna Kumari — memperlihatkan ragam warna, interpretasi, dan kekayaan gerak
dalam satu tarian yang sama.
Tak hanya masyarakat umum, atrium PS Mall juga dipadati
para tokoh seni dan sesepuh tari, seperti Lina Muchtar, Indah Kumari, Isna
Yanti, budayawan Vebri Alintani, hingga perwakilan berbagai sanggar ternama
seperti Ewa dari Blok E, Herry dari Sanggar Musi, dan Kiki Kirana dari Sanggar
Kreativitas Anak Bangsa. Kehadiran mereka menjadi saksi bahwa warisan seni ini
tak hanya hidup, tetapi terus tumbuh subur.
“Melihat antusias masyarakat yang begitu tinggi, bahkan
ada yang datang dari luar kota sejak pagi, ini membuat saya yakin acara seperti
ini harus jadi agenda tahunan. Tari Tanggai mampu menyatukan lintas generasi,
dari anak kecil sampai orang tua, semua punya tempat dalam pelestarian budaya,”
ujar Kiki Kirana, penggagas acara, penuh semangat.
Tak hanya Tari Tanggai, penampilan ditutup dengan
gemilang lewat Tari Gending Sriwijaya, tarian penyambutan khas Palembang yang
menggambarkan kejayaan masa lalu Kerajaan Sriwijaya. Sorak tepuk tangan
bergema, tak sedikit pengunjung yang ikut merekam momen itu dengan ponsel,
membagikan ke media sosial sebagai tanda kebanggaan akan budaya lokal.
Mirza Indah Dewi, atau yang akrab disapa Indah Anna
Kumari, menyuarakan kebanggaannya, terutama melihat keterlibatan anak-anak.
“Melihat generasi muda begitu bersemangat menari membuat saya optimis. Tari
Tanggai tidak akan punah, justru akan terus berkembang mengikuti zaman, asalkan
semangat pelestariannya tetap menyala,” ujarnya haru.
Budayawan Sumatera Selatan, Vebri Alintani, menambahkan,
“Tari Tanggai itu bukan sekadar soal gerakan yang anggun, tapi juga menyimpan
nilai sejarah, etika, dan keindahan budaya Melayu Palembang yang luhur. Acara
seperti ini penting untuk memperkuat identitas kita.”
Momen ini membuktikan bahwa kolaborasi antara pelaku
seni, komunitas, dan pusat perbelanjaan dapat menciptakan ruang baru bagi
budaya untuk hidup berdampingan dengan gaya hidup urban. Tari Tanggai bukan
lagi sekadar pertunjukan eksklusif di panggung formal, tetapi bisa hadir di
tengah-tengah keramaian, menyentuh hati siapa saja yang melihatnya.
“Menari bukan sekadar gerakan, tapi napas budaya yang
menghidupkan identitas kita. Tahun depan, kami ingin rangkaian peringatan Hari
Tari Sedunia ini lebih besar, lebih meriah, dan lebih melibatkan masyarakat
luas,” tutur Kiki Kirana penuh harap, menutup acara dengan optimisme.
Akankah tahun depan Tari Tanggai kembali memukau, mungkin
di tempat yang lebih besar, atau bahkan di jalanan kota? Satu hal yang pasti:
selama ada hati yang mencintai, seni tari Palembang akan terus hidup, menari
abadi dalam setiap langkah generasinya. (Fdl)