- by FAKTUALSUMSEL.COM
- Mar, 09, 2025 22:33
Faktualsumsel - Kebebasan pers di Indonesia kembali mendapat pukulan keras. Paket teror berisi kepala babi, bunga mawar, dan enam bangkai tikus yang dikirim ke Majalah Tempo menjadi sinyal berbahaya bagi demokrasi. Menyikapi kejadian ini, berbagai organisasi pers, jurnalis, dan aktivis di Sumatera Selatan bersatu dalam Koalisi Pers dan Masyarakat Sipil Sumatera Selatan (KPMS Sumsel).
Dalam diskusi terbatas yang digelar di Remington Hostel and Cafe, Palembang, Kamis (27/03) malam, puluhan insan pers dan aktivis menyatakan sikap melawan segala bentuk intimidasi terhadap media. Acara ini dihadiri oleh pimpinan organisasi wartawan, pemilik media, tokoh pers, hingga perwakilan Tempo di Sumsel. Penggagas KPMS Sumsel, Muhamad Nasir, menegaskan bahwa serangan terhadap Tempo bukan sekadar aksi teror terhadap satu media, melainkan ancaman sistematis terhadap kebebasan pers di Indonesia.
"Ini bukan insiden biasa. Ini pola terstruktur yang terus terjadi. Jurnalis tidak hanya menghadapi kekerasan fisik, tetapi juga serangan digital, kriminalisasi hukum, dan tekanan politik yang semakin brutal," ujar Nasir dengan nada tegas. Menurut KPMS Sumsel, lemahnya penegakan hukum menjadi faktor utama mengapa kekerasan terhadap jurnalis semakin berani dilakukan. Berbagai kasus yang berakhir tanpa hukuman tegas memperlihatkan adanya pola pembiaran sistematis.
"Berapa banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang benar-benar diselesaikan? Berapa banyak pelaku yang dihukum setimpal? Jika negara terus membiarkan ini terjadi, maka kita sedang menuju otoritarianisme berkedok demokrasi," lanjutnya. KPMS Sumsel juga menyoroti bahwa ancaman terhadap pers tidak hanya terjadi di tingkat nasional. Di Sumatera Selatan sendiri, wartawan kerap menghadapi intimidasi dan serangan fisik usai memberitakan kasus-kasus sensitif. "Jika pers dibungkam, masyarakat kehilangan hak atas informasi yang jujur. Ini bukan sekadar isu jurnalis, ini soal masa depan demokrasi kita!" tegas Nasir.
Koalisi ini juga mencurigai adanya aktor-aktor tertentu yang berusaha membungkam pers melalui teror ini. "Ada kepentingan besar yang ingin melumpuhkan pers. Kami menduga ada aktor-aktor yang bekerja dalam bayang-bayang, baik dari dalam maupun luar pemerintahan. Ini harus diungkap tuntas!" tambahnya.
Tujuh Tuntutan KPMS Sumsel. Sebagai
langkah nyata, KPMS Sumsel mengeluarkan tujuh tuntutan tegas. Pemerintah harus
menjamin kebebasan pers sebagai hak konstitusional yang dilindungi dari
intervensi politik, ancaman, dan kekerasan. Kepolisian harus mengusut tuntas
teror terhadap Tempo secara transparan dan profesional, serta mengungkap dalang
intelektualnya.
Mendukung Tempo dan seluruh
media untuk tetap bekerja secara independen dan berani mengungkap fakta demi
kepentingan publik. Menyerukan solidaritas jurnalis untuk menjaga kode etik dan
saling melindungi dari ancaman kriminalisasi serta kekerasan. Menegaskan bahwa
sengketa pers harus diselesaikan melalui mekanisme hukum sesuai UU No. 40 Tahun
1999 tentang Pers, tanpa represi atau tekanan kekerasan.
Menuntut aparat menghentikan kriminalisasi terhadap
jurnalis dan masyarakat sipil, termasuk penggunaan pasal-pasal karet seperti UU
ITE untuk membungkam kritik. Memastikan bahwa pers sebagai pilar demokrasi
tidak boleh dilemahkan oleh pihak mana pun. "Setiap serangan terhadap pers
adalah serangan terhadap rakyat! Jika kebebasan pers runtuh, demokrasi akan
tumbang!" kata Nasir penuh semangat.
KPMS Sumsel juga menegaskan bahwa kebebasan pers bukan hanya isu jurnalis, tetapi juga berdampak pada investasi, ekonomi, dan stabilitas sosial. "Jika pers terus ditekan, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan jatuh. Dampaknya bisa berujung pada ketidakstabilan sosial hingga krisis ekonomi," tambah Nasir.
Di tengah ancaman yang semakin nyata, KPMS Sumsel menegaskan bahwa satu-satunya cara melawan intimidasi adalah dengan terus menyuarakan kebenaran. "Pers tidak boleh takut! Justru dalam situasi seperti ini, kita harus semakin solid dan berani. Jika kita mundur, maka mereka yang menang!" pungkasnya.
Koalisi ini berharap teror terhadap Tempo bisa menjadi
momentum bagi pemerintah untuk serius melindungi kebebasan pers. Jika tidak,
serangan-serangan berikutnya hanya tinggal menunggu waktu. "Hari ini
Tempo, besok bisa siapa saja. Pers harus melawan!" (Fdl)