- by FAKTUALSUMSEL.COM
- Mar, 21, 2025 03:13
FAKTUALSUMSEL, PALEMBANG — Pengamat politik Sumatera Selatan, Bagindo Togar, kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait situasi politik dan kepemimpinan di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI). Dalam analisis serta kritiknya, ia menyebut bahwa kepemimpinan di daerah tersebut saat ini mengalami krisis kualitas, baik dari aspek kecerdasan emosional, intelektual, maupun sosial. "Tiga dimensi kecerdasan itu absen. Yang ada justru kecenderungan untuk mengandalkan popularitas tokoh nasional, bukan prestasi& kompetensi sendiri," kata Bagindo, kepada wartawan Selasa (2/7).
Pernyataan ini dikeluarkan Bagindo, lantaran bupati PALI,
Asgianto. ST., dalam pernyataan sikapnya di media sosial menyoal tentang maraknya
aksi demonstrasi di PALI. “Biasa saja, Ini adalah demokrasi Dimana kritik, dan
saran membangun boleh-boleh saja. Dan ini bentuk pengawasan, kita juga
berterimakasih. Hanya saja mohon jangan di framing," kata dia.
Menurutnya, jangan sampai media ditunggangi. "Jangan
sampai kamu “Media” ditunggangi wong. Kesian masyarakat, aku tanya kamu geliat
ekonomi kita (PALI) meningkat atau menurun ketika aku memimpin, selama empat
bulan ini. Jawabnyo make data jadi lemak kito ngobrolnyo," jelasnya kepada
wartawan. Pernyataan inilah akhirnya menuai kritik.
Menurut Bagindo, jangan sampai pemimpin di PALI mengikuti
fenomena politik "ekor jas" atau menumpang ketenaran nama besar
Presiden Prabowo Subianto menjadi indikasi bahwa sang pemimpin di PALI tidak
memiliki basis legitimasi politik yang kuat atas kinerjanya. “Ketokohan Prabowo
dijadikan tameng, diobral ke publik untuk menutupi krisis prestasi juga in
vestasi sosial politiknya di wilayah ini. Ini gejala umum di era politik serba
branding,tapi gagal dalam realitas progresifitas pembangunan ditingkat lokal” Bagindo
dengan nada keras.
Ia menyebut jangan sampai karakter pemimpin masuk dalam
kategori “fenomena perilaku bak intelektual pengidap autism”. Artinya, pemimpin
yang terisolasi dari realitas masyarakat dan cenderung tidak peka terhadap
kebutuhan publik. "Dia tampak tak mampu mengelola dinamika sosial dan
justru lebih fokus pada gaya hidup serta pencitraan. Akibatnya, tidak ada
advokasi sosial-politik yang kuat dan berkelanjutan di wilayah kerjanya,"
lanjutnya.
Salah satu hal yang paling disorot Bagindo adalah pembelian
mobil dinas mewah senilai miliaran rupiah oleh pemerintah daerah PALI. Ia
menilai langkah itu sangat bertentangan dengan semangat efisiensi dan
penghematan yang digaungkan Presiden Prabowo. “Bayangkan, saat Prabowo bicara
soal efisiensi, justru di PALI malah membeli mobil baru seharga Rp 3 miliar.
Itu satu-satunya kabupaten di Sumsel yang melakukan hal tersebut. Pemimpin
seperti ini tidak punya empati terhadap rakyat,” tegasnya.
Bagindo juga menyinggung soal minimnya capaian pembangunan
yang signifikan selama kepemimpinan saat ini. Menurutnya, tidak ada lompatan
besar dalam bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pelayanan publik.
“Infrastruktur jalan dan drainase masih
belum ada perubahan, Fasilitas kesehatan masih kurang. Tapi yang dipamerkan
justru mobil baru,” sindirnya.
Ia menyarankan agar masyarakat dan lembaga pengawasan,
terutama DPRD dan aparat penegak hukum, mulai memberi perhatian serius terhadap
model pengeluaran dan pengelolaan anggaran di PALI. “Saya imbau kejaksaan dan
aparat hukum lainnya mengawasi betul apa yang terjadi. Jika perlu, lakukan
audit menyeluruh terhadap pembelanjaan yang tidak berdampak langsung pada
kesejahteraan rakyat,” katanya.
Lebih lanjut, Bagindo mengungkapkan keprihatinannya terhadap
meningkatnya kasus kriminal dan penyakit sosial di kabupaten PALI yang
penduduknya sekitar 206 ribu jiwa ini. “Kalau pemimpin acapkali tidak
hadir dalam penanganan problema sosial
kemasyarakatan. Harusnya ini jadi prioritas, bukan urusan penampilan personal
dan fasilitas mewah,” ucapnya.
Sebagai daerah otonomi baru (DOB), kata Bagindo, PALI
semestinya menjadi model daerah yang tumbuh secara progresif dan menjawab
harapan masyarakat akan kemajuan. Namun yang terjadi, bukanjustru sebaliknya.
“Kepemimpinan di PALI belum teruji. Belum pernah tampil dalam perjuangan
advokasi sosial yang benar-benar menunjukkan keberpihakan pada rakyat. Maka
sangat riskan jika hanya mengandalkan struktur partai dan kedekatan dengan
pusat,” tandasnya.
Di akhir pernyataannya, Bagindo menantang pihak-pihak yang
merasa keberatan dengan kritiknya untuk membuka data dan membuktikan capaian
mereka secara transparan. “Jangan hanya kemasan slogan retorik. Publik yang lebih pantas
menilai,apakah benar terjadi kemajuan yang signifikanatau hanya klaimPolitik
sepihak, yanghanya mengandalkan pencitraan. Bukan Performa kinerja.
Dikhawatirkan sekarang kita hanya disajikan aksi gimik& kosmetik belaka,” tutup Bagindo.(*/ril)