- by FAKTUALSUMSEL.COM
- Mar, 21, 2025 03:13
FAKTUALSUMSEL, PALEMBANG — Fakta mengejutkan kembali terungkap dari ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang. Mantan Kepala Desa (Kades) Lubuk Mas, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Saharudin, resmi dituntut hukuman pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Lubuk Linggau.
Tak hanya itu, Saharudin juga dikenai denda sebesar Rp100 juta, dengan ketentuan subsider 6 bulan kurungan jika denda tersebut tidak dibayar. Tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang pada Selasa (1/7), dipimpin oleh Majelis Hakim Kristanto Sahat Hamonangan Sianipar, bersama dua hakim anggota Ardian Angga dan Waslam Makhsid, serta Panitera Pengganti Fakhrizal.
Dalam sidang yang cukup menyita perhatian publik tersebut, JPU Willy Pramudya dan Ichsan Azwar mengungkap bahwa terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1.024.947.139. Apabila tidak dilunasi dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika hasil lelang tak mencukupi, Saharudin harus menerima tambahan hukuman penjara selama 3 tahun.
Plt Kepala Kejari Lubuklinggau, Anita Asterida melalui Kasi Intelejen, Armaein Ramdhani menjelaskan bahwa Saharudin terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor, yang diperkuat dengan Pasal 64 Ayat (1) KUHP. “Perbuatan terdakwa jelas merugikan negara dan menghambat program pemerintah dalam pemberantasan korupsi,” kata Armaein.
Lebih lanjut, JPU menilai ada sejumlah hal yang memperberat tuntutan terhadap terdakwa. Selain menyebabkan kerugian keuangan negara, Saharudin juga dinilai tidak menunjukkan penyesalan, dan sampai saat ini belum ada pengembalian kerugian atas dana desa yang diselewengkannya. Tindakannya dianggap mencederai kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.
Namun demikian, jaksa tetap mencatat beberapa hal yang meringankan, seperti sikap sopan terdakwa selama proses persidangan serta statusnya yang belum pernah menjalani hukuman sebelumnya. Meski begitu, hal ini tak menghapus beratnya dampak sosial dari tindak pidana yang ia lakukan.
Terdakwa Saharudin yang hadir dalam persidangan didampingi oleh tim penasihat hukum, menyatakan akan mengajukan pledoi (nota pembelaan) pada sidang lanjutan yang dijadwalkan pekan depan. “Kami akan menyampaikan pembelaan secara resmi dalam sidang mendatang,” ujar penasihat hukumnya singkat.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi kepala desa lainnya di Sumatera Selatan, mengingat peran strategis dana desa yang seyogianya digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Bukannya membangun, justru merusak kepercayaan publik demi kepentingan pribadi. Masyarakat kini menanti, apakah pledoi Saharudin akan cukup kuat untuk mengubah arah putusan majelis hakim? Sidang berikutnya akan menjadi babak krusial dari perjalanan hukum yang mencoreng wajah pemerintahan desa ini.(Fdl)